MESUJI – Adanya Pemberitan yang merujuk kepada merusak masa depan anak penerus Kabupaten Mesuji Lampung membuat berbagai pihak angkat bicara, dari data yang dapat di himpun menerangkan. Bahwa, kejadian tersebut di tahun 2021 sekitar bulan Juni, perkara itu sudah damai kepada pihak yang menahan handphone, bahkan memberikan sejumblah uang untuk penebusan handphone yang di ambil oleh perekam video, agar tidak di sebar luaskan,
Namun Faktanya, persoalan tersebut masih saja di sebarluaskan oleh Pelaku perekaman, bahkan beberapa media online (Reda) juga menayangkan pemberitaan seolah penyebar Video memiliki tujuan lain kepada Pelajar di bawah umur tersebut.
Terkait Pemberitaan, di Kutip dari salah Satu Media online menerangkan bahwa pasal 19 ayat 1 undang-undang tentang SPPA mengandung ketentuan bahwa identitas anak sebagai pelaku, korban, serta saksi wajib dirahasiakan.
Selanjutnya pada ayat 2, identitas anak yang dimaksud diperjelas menjadi nama anak pelaku, korban serta saksi, nama orang tua, alamat rumah, wajah, dan hal-hal lainnya yang mengungkapkan jati diri anak pelaku, korban, maupun saksi. Pelanggar UU ini bisa dipenjara paling lama 5 tahun dan didenda maksimal Rp500 juta, " ujar Doni Selaku Ketua Ikatan Jurnalis Kabupaten Mesuji.
Doni juga menilai berita yang tidak sesuai aturan memberikan dampak pada anak baik sebagai pelaku, saksi, atau korban serta merusak nama baik Kabupaten Mesuji serta keluarga besar Kedua belah Pihak bahkan mencoreng dunia pendidikan, sedangkan mereka belum waktunya untuk dijadikan topik-topik berita karena anak di bawah umur masih pendidikan, ya bagi anak pelaku, ia menerima stigma negatif yang disandang seumur hidup sebab berita tentangnya dapat diakses oleh siapapun di media daring dan Youtube.
Lajut Doni Lagi, Karena identitasnya sudah dikenali, pelaku anak pun berpotensi ditolak oleh lingkungan tempat tinggal dan sekolah, sulit mengembangkan diri, apalagi mendapatkan pekerjaan atas pemberitaan itu anak korban beserta keluarga merasa tertekan dan malu mereka juga berpotensi mendapat ancaman dan intimidasi dari pihak pelaku yang bisa membahayakan keselamatan.
Tentunya sebagai Jurnalis dalam menayangkan pemberitaan harus berpegang teguh pada empat pedoman, Empat peraturan tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terlebih Persoalan Anak yang masih di bawah umur. Pada Kasus ini, jika tedapat kesalahan fatal dalam Pemberitaan yang bersifat menjatuhkan nama seseorang (Anak Di Bawah Umur) kami minta minta APH (Aparat Penegak Hukum) harus bertindak, " tegasnya.
Terpisah, waka Kesiswaan SMA N 1 Simpang Pematang Agustin Mengatakan’ adanya Pemberitaan Soal video pelajar tersebut pihaknya belum dapat memastikan apakah yang bersangkutan benar pelajar asal SMAN 1 atau bukan, karena persoalan ini Masih pada Proses Kordinasi ke berbagai pihak.
Selanjutnya atas adanya permasalahan Tersebut, kami berharap masalah ini tidaklah harus dipublikasikan mengingat kasus seperti itu dapat merusak kondisi Psikis dan Mental anak tersebut, selain itu imbas dari kehebohan itu dapat menganggu kegiatan Belajar mengajar di sekolah, " tutupnya.(Adi/Tim)